“RICE” Sebagai Solusi Saat Mengalami Cedera
Updated: May 29, 2020
Bersama Dr. Veronica Halim, Sp.KFR
Klik disini untuk cek jadwal dokter!

Beraktivitas fisik ataupun berolahraga tentu memiliki banyak manfaat, namun bila dilakukan sembarangan justru bisa menimbulkan risiko cedera. Tak sedikit atlet yang terkena serangan jantung saat beraktivitas fisik, bahkan berujung hingga kematian. Maka dari itu, para ahli merancang serangkaian tes guna meminimalisir risiko tersebut. Selain itu, terdapat pula salah satu solusi yang bisa diterapkan oleh semua masyarakat, Prinsip RICE salah satunya.
dr. Veronica Halim, Sp.KFR. Dokter Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi RS MMC, menjabarkan jurus RICE yang bisa dilakukan bagi masyarakat awam saat terjadi cedera. Apa itu RICE?
RICE ialah singkatan dari Rest Ice Compression Elevation. Rest atau dalam bahasa Indonesia artinya istirahat. Saat terjadi cedera, usahakan kaki tidak digerakkan agar rasa sakitnya tidak bertambah. Ice atau es, artinya kaki bisa dikompres dengan es. Compression atau dibebat, itu dilakukan agar rasa bengkak pada kaki dapat mengempis. Terakhir, Elevation, yakni kondisi kaki diangkat agar bengkak pada kaki dapat cepat mengalir ke arah jantung. Jika sudah menerapkan pertolongan pertama RICE, langkah selanjutnya tentu segera mengunjungi pelayanan kesehatan untuk segera mendapat pertolongan medis.
Dokter Veronica juga selalu mengingatkan untuk tidak mimijat kaki saat terkena cedera. Hal itu justru dapat merobek ligamen. Maka dari itu, penting sekali untuk mengistirahatkan kaki yang terkena cedera agar tidak bertambah parah.
Rangkaian Tes untuk Meminimalisir Risiko
Rangkaian tes telah dibuat oleh para ahli untuk meminimalisir risiko. Rangkaian tes tersebut tergabung dalam beberapa jenis screening. Screening ialah rangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui risiko suatu penyakit. Pada bidang olahraga, hal tersebut dilakukan, bukan untuk mendeteksi penyakit, melainkan melihat adanya kemungkinan cedera sekaligus performa seseorang ketika melakukan kegiatan olahraga.
Screening sendiri dilakukan berdasarkan kebutuhan masing-masing jenis olahraga. Secara umum, berikut adalah jenis screening sebelum olahraga yang paling sering dilaksanakan, antara lain screening medis, screening muskuloskeletal, screening kardiovaskular dan screening performa olahraga.
Screening sebelum berolahraga
dr. Veronica menekankan pentingnya dilakukan screening medis sebelum melakukan olahraga. Olahraga lari misalnya, tidak banyak pelari awam yang mengetahui cara berlari dengan benar. Akibatnya beberapa dari mereka mengalami cedera terutama pada bagian engkel dan lutut.
Selain itu, faktor berat badan juga menjadi salah satu penyebab terkena cedera pada saat berlari. ”Itu karena beban di engkel dan lututnya semakin besar,” terang dr.Veronica.
Riwayat cedera pelari turut menjadi pemicu sakit saat berolahraga, seperti terjatuh atau keseleo. Seseorang yang pernah sembuh dari cedera dan lari lagi sejauh 5-10 km berisiko mengalami sakit di bagian engkelnya. Hal itu, jelasnya, karena ligamen-ligamen di lutut sudah longgar dan susah untuk dikencangkan.
Maka dari itu, dr.Veronica menyarankan untuk melatih kekuatan otot bagian kaki sebelum lari, terutama pada bagian paha dan betis. ”Biasanya, lari kan lari aja. Lakukankanlah stretching sebentar saja, agar risiko cedera di bagian kaki berkurang,” tuturnya.
Bagi mereka yang belum memiliki riwayat cedera, ada baiknya melakukan cek screening ke dokter olahraga. Sementara, pelari yang memiliki riwayat cedera, dokter akan melakukan tes fleksibilitas pada bagian tungkai bawah dengan menggunakan alat khusus. Selain itu bisa dilakukan juga pengamatan apakah ada kelainan seperti nyeri dan sakit di kaki dalam aktivitas hariannya.
Pelari pemula umumnya akan merasakan sakit selepas berlari. Seperti gejala cedera, nyeri, dan sakit bagian otot betis dan paha. Hal ini biasanya berlangsung maksimal selama sepekan. Setelah lewat satu pekan, kondisi otot menjadi lebih kuat sehingga lebih nyaman saat digunakan untuk berlari.
Klik disini untuk pendaftaran konsultasi!